Pertempuran Medan Area merupakan
salah satu dari rangkaian pertempuran di Indonesia yang terjadi setelah
Indonesia merdeka. Pertempuran ini berlangsung dari tanggal 13 Oktober 1945 dan
seharusnya terjadi gencatan senjata pada tanggal 3 November 1946. Pada tanggal
15 November, pendudukkan Inggris atas Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada
Belanda secara resmi, dan tak butuh waktu lama untuk Belanda melanggar gencatan
senjata yang sudah ditentukan karena pada tanggal 21 November, Belanda sudah
mulai melakukan perampasan akan harta-harta milik penduduk dan menembaki pos
pasukan di Stasiun Mabar dan Padang Bulan keesokan harinya. Perang yang terjadi
ini merupakan perang antara rakyat Indonesia di Sumatera Barat melawan tentara
Inggris dan Sekutu.
Sejarah Pertempuran Medan Area
Sepuluh hari setelah memproklamirkan kemerdekaan di Jakarta, baru pada tanggal 27 Agustus 1945, Medan mendengarkan secara langsung proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Muhammad Hasan yang saat itu ditunjuk sebagai gubernur Sumatera pada kabinet presidensial milik Soekarno. Untuk merespon berita proklamasi ini, Ahmad Tahir kemudian membentuk Pemuda Indonesia. Pada tanggal 29 September, koran Medan yang bernama “Pewarta Deli” memberi kabar bahwa Republik Indonesia telah runtuh, dan mengikuti pemberitaan ini, nasionalis lokal kemudian mengadakan sebuah pertemuan dimana T.M. Hassan menyatakan bahwa berita ini bohong. Hal ini disusul dengan sebuah pidato oleh Abdoel’karim M.S. yang membuat orang-orang yang hadir menjadi bersemangat. Pada saat ini, tidak ada yang menyangka bahwa akan terjadi sebuah perang yang tercatat sebagai sejarah pertempuran Medan Area di buku sejarah anak cucu mereka.
Sepuluh hari setelah memproklamirkan kemerdekaan di Jakarta, baru pada tanggal 27 Agustus 1945, Medan mendengarkan secara langsung proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Muhammad Hasan yang saat itu ditunjuk sebagai gubernur Sumatera pada kabinet presidensial milik Soekarno. Untuk merespon berita proklamasi ini, Ahmad Tahir kemudian membentuk Pemuda Indonesia. Pada tanggal 29 September, koran Medan yang bernama “Pewarta Deli” memberi kabar bahwa Republik Indonesia telah runtuh, dan mengikuti pemberitaan ini, nasionalis lokal kemudian mengadakan sebuah pertemuan dimana T.M. Hassan menyatakan bahwa berita ini bohong. Hal ini disusul dengan sebuah pidato oleh Abdoel’karim M.S. yang membuat orang-orang yang hadir menjadi bersemangat. Pada saat ini, tidak ada yang menyangka bahwa akan terjadi sebuah perang yang tercatat sebagai sejarah pertempuran Medan Area di buku sejarah anak cucu mereka.
Pada
tanggal 7 Oktober 1945, Presiden Soekarno membubarkan Badan Keamanan Rakyat.
Dua hari setelah itu, Presiden Soekarno memerintahkan pembentukan sebuah badan
baru yang mampu membantu pengamanan daerah Sumatera, sehingga dibentuklah
Tentara Keamanan Rakyat yang merupakan hasil peningkatan fungsi BKR sebelumnya,
dan tentara-tentara inti dalam TKR ini juga adalah bekas prajurit-prajurit
PETA. Hal ini disebabkan karena Soekarno mulai merasa bahwa daerah Indonesia
agak sedikit tidak aman, terlebih dengan kedatangan lagi tentara Sekutu setelah
Jepang menyerah.
Prediksi
Soekarno tepat, dimana pada tanggal 10 Oktober 1945 tentara Sekutu brigade-4
Divisi India ke-26 mendarat di Sumatera Utara dengan Jenderal T. E. D. Kelly
sebagai pemimpin mereka. Hal ini menjadi coretan pertama dalam sejarah
pertempuran Medan Area, dan seperti di tempat lain, kedatangan Kelly juga
bersamaan dengan pasukan Netherlands-Indies Civil Administration (Pemerintahan
Sipil Hindia Belanda, disingkat NICA). Begitu para tentara Sekutu ini tiba,
mereka disambut oleh pemerintah provinsi Sumatera Utara yang membolehkan mereka
untuk berlama-lama di beberapa hotel Medan yang sudah disiapkan yang antara
lain adalah Hotel de Boer, Astoria, dan Gedung NHM. Kelly menyatakan bahwa
tujuannya datang ke Indonesia adalah untuk mengambil kembali tawanan dari
kamp-kamp yang ada dan memulangkan mereka.
Esoknya,
tim Relief of Allied Prisoners of War and Interness (RAPWI) mulai bekerja dan
mendatangi beberapa kamp tawanan untuk membawa mereka ke Medan. Hal ini tentu
saja disetujui oleh Teuku Muhammad Hasan yang saat itu adalah Gubernur Sumatera,
karena tujuannya baik. Meski telah mendapat kepercayaan, tentara Inggris
nampaknya tidak bisa menjaga kepercayaan dengan baik, sehingga mereka malah
mempersenjatai tentara-tentara yang baru saja dibebaskan, dan membentuk Medan
Batalyon Koninklijk Nederlands-Indische Leger (Tentara Kerajaan Hindia Belanda,
disingkat KNIL) dimana pasukan KNIL ini terdiri dari bekas tawanan yang tadi
dipersenjatai.
Awalnya,
rakyat masih bisa bersabar terhadap sifat arogan yang ditunjukkan oleh anggota
KNIL. Hal ini bisa mereka pahami, karena para anggota KNIL tadinya sempat
ditawan dan kini diberikan senjata, membuat diri mereka merasa menjadi lebih
kuat. Namun amarah para pejuang tak lagi bisa terbendung ketika pada 13 Oktober
1945, satu tentara NICA merampas lencana Merah Putih dan menginjak-injaknya
ditanah. Hal ini menjadi bensin bagi api yang masih membara di jiwa para
prajurit, menuntun kepada dimulainya sejarah pertempuran Medan Area. Lima hari
setelah insiden lencana yang seakan memprovokasi, Kelly mengeluarkan sebuah
ultimatum yang melarang bangsa Indonesia membawa senjata, dan senjata-senjata
yang sudah dimiliki harus diserahkan kepada tentara sekutu, dan hal ini juga
berlaku untuk komandan pasukan Jepang yang saat itu masih berada di Indonesia
agar mereka tak bisa meminjamkan atau memberikan senjata mereka pada TKR.
Sebenarnya
yang menjadi pemicu utama perang mulai pecah adalah tragedi lencana pada tanggal
13 Oktober. Seusai penginjak-injakkan lencana, tentara yang merampas lencana
itu segera diserang dengan berbagai senjata yang sedang dipegang oleh tentara
pemuda. Peristiwa tadi menyebabkan meninggalnya opsir dan 7 serdadu NICA. Pada
16 Oktober, salah satu pemimpin Laskar Rakyat menyerang gudang
persenjataan Jepang demi
memperkuat tenaga api mereka sendiri. Setelah berhasil, serangan dilanjutkan
dengan markas Belanda di Glugur Hong dan Halvetia yang menjadi sasara
berikutnya. Serangan malam ini berhasil mengambil nyawa 5 orang tentara KNIL.
Setelah
pemindahan lokasi pemerintahan menjadi ke Pematan Siantar, Pertempuran Medan
Area terus berlanjut bahkan hingga akhir bulan Juli 1946. Pada 3 November,
pihak Inggris mengusulkan untuk mengadakan gencatan senjata dan pada tanggl 15
November memberikan kontrol penuh kepada pihak Belanda untuk melanjutkan
pendudukkan. Tak butuh waktu lama bagi Belanda untuk melanggar gencatan
senjata, dan lanjut merampas harta-harta milik warga. Hal ini terus berlanjut
hingga pada 1 Desember, Belanda meminta penghentian tembak-menembak karena
mulai terdesak. Karena tahu akan kalah, Belanda mulai menggunakan segala taktik
curang yang bisa mereka gunakan. Melihat hal ini dan untuk mencegah adanya
konflik yang lebih luas, Soekarno memerintahkan penggabungan pasukan bersenjata
kedalam Tentara Nasional Indonesia pada 3 Mei 1947.